NTT.SWARAWANITA NET. -Ruang saling berbagi pengalaman dan gagasan dari
berbagai pihak dalam rangka pemenuhan hak perempuan korban kekerasan, sudah
seharusnya ada. Salah satunya lewat Konferensi Perempuan Timur Tahun 2018,
diharapkan dapat membawa semangat kolaborasi, sinergi, kemitraan antara
pemangku kepentingan serta melahirkan berbagai gerakan perempuan khususnya di
wilayah Timur Indonesia. Konferensi ini merupakan dukungan program MAMPU
(kemitraan Australia-Indonesia) untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
di Indonesia. Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (PPPA) yang mewakili Presiden Joko Widodo membuka konferensi yang baru
pertama kali diselenggarakan di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur ini
(10/12).
Pada kesempatan tersebut, Menteri Yohana menyampaikan 3
isu penting di hadapan ratusan peserta konferensi yang berasal dari berbagai
daerah di Kawasan timur Indonesia. Pertama, perihal Rancangan Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), yang berharap masyarakat untuk terus
mendukung dan mendorong secepatnya disahkan. Kedua, masalah pernikahan usia
anak yang perlu ditekan. Ketiga, tentang akhiri kekerasan terhadap perempuan
dan anak, akhiri tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan akhiri ketidakadilan
ekonomi bagi perempuan atau 3 Akhiri (program 3 ENDs) yang harus diagencarkan
oleh seluruh pemerhati masalah perempuan dan anak di wilayah timur.
“Konferensi ini sebagai bentuk kebangkitan dan kepedulian
perempuan timur mengatasi masalah yang selama ini ada khususnya terkait
perempuan dan anak, karena potensi perempuan timur itu sangat besar. Saya
menghimbau, libatkan pusat studi daerah masing-masing, untuk mengkaji bersama
penyebab di wilayah Timur Indonesia, angka kekerasan terhadap perempuan dan
anak bisa tinggi. Suatu saat jika hasil kajian tersebut sudah diperoleh, kita
kumpulkan lalu lakukan diskusi bersama sehingga jadi penguat baru bagi kita
untuk menjawab permasalahan perempuan sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing,” tegas Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(PPPA), Menteri Yohana.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA) bersama Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kerap melakukan berbagai
langkah yang progresif di NTT. Termasuk yang bersifat afirmasi melalui berbagai
upaya dan strategi untuk memberdayakan perempuan dan melindungi anak. Hal ini
ditandai kuatnya komitmen pemerintah daerah provinsi NTT dalam mengatasi
masalah perempuan dan anak, khususnya terkait TPPO karena NTT menjadi salah
satu provinsi dengan angka TPPO yang paling tinggi di Indonesia.
“Pemerintah daerah Provinsi NTT sangat berkomitmen
membantu pemerintah dalam hal ini Kemen PPPA. Tidak hanya melakukan himbauan
kepada masyarakat dan sosialisasi semata ditingkat pemimpin daerah di
kabupaten. Kami telah membentuk satuan tugas (satgas) TPPO hingga ke desa-desa.
Turun langsung merangkul perangkat desa, bahkan rencana juga melibatkan RT dan
RW setempat. Kita sudah bekerja sama dengan pendamping-pendamping desa yang
diangkat oleh Gubernur untuk mendampingi masyarakat dalam mencegah kekerasan
terhadap perempuan dan anak khususnya trafficking. Sekarang, kami gencar
keliling untuk memberikan pengertian kepada masyarakat terkait pemberdayaan
agar meningkatkan ekonomi perempuan dan keluarga sehingga meminimalisir
perempuan jadi tenaga kerja di luar negeri. Kami pun sangat bangga, kegiatan
Konferensi Perempuan Timur ini yang awalnya tahun 2016 hanya setingkat kawasan
Timor, meluas hingga melingkupi serta merangkul perempuan di wilayah Timur
Indonesia untuk bersama mengambil peran dan aksi baik bagi kemajuan dan
kesejahteraan perempuan,” jelas Wakil Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Josef Nae Soi dalam Konferensi Perempuan Timur.
0 Komentar