“Catatan
positif dari sektor industri logam menunjukkan bahwa kebijakan
hilirisasi bisa berjalan baik, dengan mampu meningkatkan nilai tambah
bahan baku dalam negeri serta dapat memenuhi kebutuhan pasar
internasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di
Jakarta, Jumat (19/6).
Merujuk
data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode lima bulan pertama tahun
ini, nilai pengapalan industri pengolahan nonmigas melampaui USD51
miliar atau menyumbang hingga 79,25 persen pada total nilai ekspor
nasional yang mencapai USD64,4 miliar. “Kami bertekad untuk terus memacu
industri yang berorientasi ekspor guna mendorong roda perekonomian
nasional,” tegas Menperin.
Misalnya,
industri logam dasar, mampu mencatatkan nilai ekspor yang gemilang pada
Januari-Mei 2020 sebesar USD9,2 miliar atau naik 41 persen dibanding
perolehan di periode yang sama tahun 2019 sekitar USD6,5 miliar. Selain
itu, industri makanan juga mampu menorehkan kinerja ekspornya secara
positif di tengah tekanan imbas pandemi Covid-19.
Selama
Januari-Mei 2020, nilai pengapalan industri makanan menembus angka
USD11,4 miliar atau naik 8 persen dibanding capaian di periode yang sama
tahun 2019 sekitar USD10,5 miliar. “Sesuai aspirasi roadmap
Making Indonesia 4.0, kami menargetkan industri makanan dan minuman
akan menjadi sektor yang mampu merajai di wilayah Asia Tenggara,” ungkap
Agus.
Sektor
manufaktur lainnya yang memberikan kontribusi signifikan bagi perolehan
nilai eskpor industri pengolahan nonmigas pada lima bulan pertama tahun
ini, antara lain adalah industri bahan kimia dan barang dari bahan
kimia yang mencatatkan nilai ekspornya sebesar USD4,9 miliar, kemudian
diikuti oleh industri pakaian jadi USD2,8 miliar.
“Pada
industri kimia, kami menargetkan sektor tersebut akan menjadi pemain
terkemuka di industri biokimia. Sedangkan, untuk industri tekstil dan
busana, pemerintah memfokuskan agar bisa menjadi produsen functional clothing terkemuka,” paparnya.
Kelompok
manufaktur berikutnya yang punya potensi pasar ekspor besar, yakni
industri komputer, barang elektronik dan optik. Pada Januari-Mei 2020,
nilai pengapalan dari sektor tersebut mampu tembus USD2,4 miliar atau
naik sekitar 14 persen dibanding capaian di periode yang sama tahun 2019
sekitar USD2,1 miliar. Bagi industri elektronik, Menperin menyebut,
pihaknya akan berfokus pada peningkatan kemampuan pelaku usaha di pasar
domestik.
Selain
itu, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, yang mencatatkan
nilai ekspornya sebesar USD2,3 miliar pada Januari-Mei 2020 atau naik
sekitar 4 persen dibanding capaian di periode yang sama tahun 2019
sekitar USD2,2 miliar. “Dengan serius mengembangkan sektor-sektor yang
punya orientasi ekspor, kami optimistis Indonesia bisa menjadi bagian
dari 10 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2030,” tegas
Menteri AGK.
Agus
pun meyakini, kinerja industri manufaktur akan bergerak cepat usai
penanganan Covid-19 selesai. Sebab, izin operasional telah diberikan
bagi kelompok industri strategis, dengan tetap menerapkan protokol
kesehatan.
“Tidak boleh (jarak aspek produktivitas) terlalu jauh, harus terus mepet dan tidak boleh ketinggalan, sehingga nanti new normal
paling tidak ketika vaksin sudah ditemukan industri manufaktur tidak
butuh waktu lama untuk bisa rebound kembali ke titik seperti sebelum
Covid-19 itu hadir,” paparnya.
Menurut
Menperin, Presiden Joko Widodo yang meluncurkan tagline produktif dan
aman covid-19 menunjukkan perhatian yang besar baik pada sisi kesehatan
dan perekonomian. Dalam artian, keduanya sama penting dijalankan dengan
tata kenormalan baru untuk menghadapi masa tersulit akibat pandemi
Covid-19.
“Bisa
dibaca sisi ekonomi jadi hal yang sangat penting, walaupun sisi
kesehatan ini tetap harus kita kedepankan dan jadi prioritas. Sisi
ekonomi dalam konteks kami, pembangunan industri manufaktur harus bisa
mengikuti dari belakang, berkaitan dengan penanganan kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah,” tandasnya.
0 Komentar