Kediri.Swara Wanita Net.-Malam ini, akan digelar acara doa bersama untuk mengenang arwah para Pahlawan Revolusi yang gugur pada Jumat Legi, 1 Oktober 1965.
Doa yang akan dikirim malam ini diharapkan menjadi bentuk penghormatan yang sesuai dengan fakta sejarah, sehingga tidak ada kesalahan dalam mengenang jasa-jasa mereka
“Selama ini, masih banyak masyarakat yang salah memahami tanggal kejadian memilukan kekejaman PKI, bayak yang mengira bahwa gugurnya Pahlawan Revolusi itu pada 30 September 1965. padahal berdasarkan fakta dan data, buku-buku juga pada nisan tercatat 01 Oktober 1965, bukan 30 September 1965,” aku Lukito Sudiarto Sekretaris Panitia Doa Bersama Pahlawan Revolusi. Senin (30/09/2024).
“Ini kan namanya salah memahami sejarah. Yang salah bukan peristiwanya tapi pemahamannya,” tambah Lukito yang juga Ketua DPC Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia Kab. Kediri.
Sementara Ketua Harian Situs Persada Soekarno Ndalem Pojok yang mengaku sudah 7 tahun rutin menyelenggarakan kirim doa bersama mengatakan memang tak sedikit masyarakat yang mengira gugurnya para Pahlawan itu tanggal 30 September 1965.
“Dari diskusi kebangsaan yang sudah kita gelar rutin sejak tujuh lalu, kami menemukan banyak orang yang mengira bahwa gugurnya para Pahlawan Revolusi itu terjadi pada tanggal 30 September 1965, Padahal bukan tanggal 30 September, tapi 01 Oktober,” kata R.M Kushartono Ketua Harian Situs Persada Soekarno Ndalem Pojok Kediri.
“Tanggal 30 September 1965 itu jatuhnya hari Kamis Kliwon, sementara tanggal 01 Oktober 1965 jatuhnya hari Jum’at Lagi. Kan beda sekali,” tambah Kus.
Pria yang juga Ketua Departemen Pendidikan Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia berpendapat bahwa sejarah itu penting tak boleh dibelok-belokkan.
“Sebagaimana pesan Presiden Soekarno, jas merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Dan Presiden Soekarno pun menyebut peristiwa kekejaman PKI ini Gestok (Gerakan Satu Oktober). Jadi jangan melupakan sejarah,” tegasnya.
Masih menurut Kus, bagi bangsa yang beriman tentu percaya kalau hari dan tanggal kematian manusia adalah bagian dari takdir Tuhan. Maka tak elok mengubah ataupun salah memahaminya.
“Menurut kami, kita tak boleh sembarangan, tanggal wafat itu ada kaitannya dengan takdir Alloh. Jika Alloh mentakdirkan meninggal pada hari Jum’at Legi tanggal 01 Oktober 1965. Apapun alasannya tak elok kita mengubah-ubah. Jika ada yang mengubah atau salah mengingat, bolehlah kita meluruskannya,” papar Kus.
Panitia berharap acara kirim doa ini benar-benar membawa berkah dan menambah rahmat bagi arwah para Pahlawan Revolusi.
“Semoga doa ini diterima oleh Allah SWT dan menjadi amalan yang membawa kebaikan bagi para Pahlawan Revolusi. Semoga kita yang berdoa juga senantiasa dalam limpahan Ridho Alloh,” ujar Budiono undangan yang hadir dari Malang.
Mengenang Peristiwa Gerakan 30 September
Peristiwa G30S, yang terjadi dini hari 01 Oktober 1965, adalah insiden penculikan dan pembunuhan enam Jenderal Angkatan Darat serta seorang Letnan Ajudan. Kejadian tersebut terjadi di Jakarta dan berlangsung kurang dari dua hari.
Presiden Soekarno kala itu lebih memilih istilah Gerakan Satu Oktober (Gestok) untuk merujuk pada peristiwa ini, seperti dilansir dari laman ESI Kemendikbud.
Dari tujuh korban, tiga jenderal dibunuh di kediaman mereka saat penculikan, sementara tiga lainnya bersama seorang ajudan dieksekusi di sebuah perkebunan di daerah Lubang Buaya. Jasad mereka kemudian dibuang ke dalam sumur tua. Operasi ini dilakukan oleh sejumlah oknum militer serta melibatkan pihak-pihak yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan sayap organisasinya.
Pimpinan G30S beroperasi dari Gedung Survei Udara, dan pada pukul 03.00, pasukan mulai bergerak ke rumah para jenderal target. Meski sebagian besar operasi berhasil, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil lolos, sementara ajudannya, Letnan Satu Pierre Tendean, tertangkap dan dieksekusi di Lubang Buaya.
Peristiwa G30S menjadi salah satu sejarah kelam Indonesia yang hingga kini masih diperingati, terutama untuk mengenang jasa para Pahlawan Revolusi yang gugur.*
0 Komentar