Berharap Adanya UU Sita Harta Koruptor
Oleh Jeremy Huang Wijaya
执法不加歧视,国家就强大
Zhífǎ bù jiā qíshì, guójiā jiù qiángdà artinya Negara kuat ketika Hukum di tegakkan tanpa Pandang Bulu
Beberapa hari yang lalu Kejaksaan Agung Berhasil mengusut kasus Korupsi ekspor impor minyak mentah dan produk kilang di anak usaha PT Pertamina menemukan adanya manipulasi Bahan Bakar Minyak (BBM) Research Octane number (Ron) 90 yang dipasarkan menjadi RON 92,kadar Oktan atau RON rendah menunjukkan kualitas yang buruk. "Sebaliknya, kadar oktan atau RON rendah menunjukkan kualitas yang buruk. Dalam kasus itu Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengungkapkan, adanya berbagai praktik korupsi dalam ekspor impor minyak mentah dan produk kilang di anak usaha PT Pertamina.
Salah satunya terkait dengan pengadaan impor produk kilang berupa BBM RON 92 yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga. Hal ini didapatkan dari hasil Penyelidikan Kejaksaan Agung.
Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar 90 atau sejenis pertalite. Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi Ron 92 atau sejenis pertamax.
"Tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," ujar Qohar di Kejagung, dikutip Selasa (25/2/2025).
Qohar menjelaskan, dalam kasus ini pengadaan impor minyak mentah dilakukan PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Kasus ini melibatkan, sejumlah tersangka penyelenggara negara bersama-sama dengan tersangka DMUT/Broker. Pada intinya, kedua belah pihak bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.
"Sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi yang tidak memenuhi persyaratan," tambahnya.
Adapun, Qohar mengungkap, tersangka Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman saat pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang
Setelahnya, negara kemudian mengeluarkan fee sebesar 13%-15% dan diduga menguntungkan tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa.
"Saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," pungkasnya.
Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.
Dalam kasus ini diduga juga ada peranan"Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), anaknya Reza Chalid menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan minyak mentah PT Pertamina (persero).
Berdasarkan hasil penyelidikan Kejaksaan Agung, MKAR merupakan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan berperan sebagai broker yang memenangkan tender pengadaan impor minyak mentah"
Kerry merupakan salah satu broker dalam kasus ini yang bermain dengan Sub Holding PT Pertamina sehingga negara merugi sejumlah Rp 193,7 triliun. Ada tiga orang Direktur Sub Holding PT Pertamina yang juga turut ditersangkakan."
Peristiwa tersebut membuat masyarakat terkejut karena selama ini Pemerintah menghimbau kepada masyarakat untuk membeli Pertamax ternyata Pertamax yang dibeli masyarakat sesungguhnya Jenis RON 90. Bravo Kejaksaan Agung,
Kita dukung Kejaksaan Agung dapat mengusut tuntas kasus ini sampai ke akar akarnya.
Sudah saatnya Pemerintah dapat membuat PERPU Asset Sita Koruptor untuk menimbulkan Efek Jera bagi para Koruptor
0 Komentar