Apa Betul Menurunnya QRIS Tanda Menurunnya Kelas Menengah
Oleh Jeremy Huang Wijaya
Jika kita belanja di Mall, baik itu Food Area Atau di Tenant Counter di Mall,, kita selalu ditawarkan membayar lewat QRIS atau Kartu Kredit atau Debet kartu ATM.
Saat ini umumnya sudah tidak ada pembayaran uang tunai, umumnya pembayaran lewat digital. Praktis dan mudah dibawa, kecil kemungkinan dicuri. Jika diwaktu lampau, kelas menengah ke atas dompetnya penuh uang, sekarang dompetnya penuh dengan kartu kredit, dan hpnya penuh aplikasi pembayaran digital. Ada applikasi QRIS, aplikasi OVO, aplikasi Dana dan banyak aplikasi pembayaran lainnya.
Apa itu QRIS?
QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) adalah standar nasional untuk pembayaran digital berbasis kode QR di Indonesia, dikembangkan oleh Bank Indonesia untuk menyederhanakan transaksi pembayaran. Dengan QRIS, pengguna dapat melakukan berbagai jenis transaksi dengan memindai kode QR, seperti pembayaran, transfer dana, tarik tunai, dan setor tunai.
Apa betul terjadi penurunan pembayaran lewat QRIS?
"Bank Jatim (BJTM) mencatat fenomena berkurangnya kelas menengah di Indonesia tercermin dalam transaksi QRIS sejak Juni hingga Agustus 2024 yang tercatat anjlok.
Direktur Utama Bank Jatim Busrul Iman memaparkan nominal transaksi di QRIS Merchant mencapai Rp176,30 miliar pada Juni 2024. Jumlah itu kemudian turun menjadi Rp127,91 miliar pada Juli, dan hanya naik tipis Rp130,51 miliar pada Agustus."
Sementara itu, Bank Oke Indonesia (DNAR) atau OK Bank Indonesia mengalami penurunan pada tabungan yang terhimpun. Direktur Kepatuhan OK Bank Efdinal Alamsyah menyampaikan bahwa tabungan yang terhimpun turun sekitar 12% secara tahunan atau year on year (yoy) per 4 September 2024.
Menurut Efdinal, menurunnya daya beli membuat nasabah mengalihkan pengeluaran mereka ke kebutuhan dasar atau barang yang lebih esensial.
"Ini bisa tercermin dari perubahan pola transaksi, misal penurunan pada transaksi di kategori seperti hiburan atau restoran, sementara ada peningkatan dalam kategori seperti bahan makanan atau kebutuhan rumah tangga," kata Efdinal.
Sementara BJB (BJBR), mengatakan dampak dari tren penurunan konsumsi kelas menengah membuat nilai transaksi nasabah menurun. Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi mengatakan frekuensi transaksi di BPD pentolan itu masih bertumbuh, tetapi nilainya telah menurun.
"Mengenai tren konsumsi pada kelas menengah ini melalui transaksi channel elektronik khususnya secara tren kami melihat dari sisi frekuensi masih bertumbuh, namun yang menjadi perhatian adalah value yang diperoleh atas nilai uang yang ditransaksikan," kata Yuddy saat dihubungi CNBC Indonesia beberapa saat lalu.
Misalnya, nasabah dalam kesehariannya menghabiskan Rp100 ribu rupiah untuk membeli 10 barang, kini yang dihabiskan dengan nominal yang sama, hanya untuk 8-9 barang saja.
"Artinya bukan dari jumlah nilai uang yang dihabiskan, tetapi dari daya beli uang tersebut, inflasi dan daya beli telah menekan daya beli," jelas Yuddy."
Apa betul penurunan pembayaran lewat QRIS sebagai indikasi tanda penurunan kelas menengah?
Memang hanya kelas menengah ke atas yang bisa memiliki QRIS tetapi tidak bisa menjadi indikator penurunan kelas menengah, karena ada pembayaran lewat kartu kredit dan debet
"Mengacu pada catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk pada 2019.
Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%. Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. Karena, data kelompok masyarakat kelas menengah rentan atau aspiring middle class malah naik, dari 2019 hanya sebanyak 128,85 juta atau 48,20% dari total penduduk, menjadi 137,50 juta orang atau 49,22% dari total penduduk."
"Demikian juga dengan angka kelompok masyarakat rentan miskin yang ikut membengkak dari 2019 sebanyak 54,97 juta orang atau 20,56%, menjadi 67,69 juta orang atau 24,23% dari total penduduk pada 2024. Artinya, banyak golongan kelas menengah yang turun kelas kedua kelompok itu"
0 Komentar